Wednesday, November 21, 2007

Technology Generation

Ada beberapa hal yang sangat kontras dan menggelitik untuk dibahas antara masaku kanak-kanak (era 80-an); masaku remaja (90-an) dengan anak-anak; remaja masa sekarang dimana menurut saya anak jaman sekarang dilahirkan dan dibesarkan di era Teknologi yang super duper canggih dan akan terus semakin canggih.

Yang paling kelihatan adalah cara anak jaman sekarang dalam mengekspresikan diri. Sangat berani, ekspresif dan cenderung narsis. "Narcissism" tiba-tiba menjadi kosa kata baru yang hampir semua orang mengetahuinya. Suatu sikap memuja diri sendiri secara berlebihan.
Pada satu sisi keberanian mereka mengekspresikan diri ini patut diacungin jempol. Betapa tidak, begitu ada kamera semua anak-anak dan remaja jaman sekarang berebutan untuk difoto dengan gaya masing-masing. Ga cukup hanya bergaya, semua langsung berlari melihat tampilannya (kalo pake kamera digital-red) dan sibuk mengomentari gayanya masing-masing. Tanpa merasa canggung memuji diri sendiri dengan kata-kata "Oh Tuhan,...kerennya diriku"; atau "wow keren banget seh gaya gue" atau "gue geto loh..."
Kalau kubandingkan dengan jamanku anak-anak ya ampyun...boro-boro mau mengagumi tampilan diri sendiri, disuruh foto aja susahnya minta ampun. Sampai ada loh teman SD-ku yang menangis meraung-raung hanya karena disuruh foto.

Kemudian, cara mereka berpakaian, menata rambut atau apalah sangat berani. Ponakanku yang kelas 2 SD mengepang rambutnya sampai lima, pake anting yang segede-gede gajah dan warna-warna yang tabrakan. Keingat jaman SD kalau kakaku dandani aku aneh-aneh aku pasti menangis.
Waktu SD aja neh, hujan turun disuruh pake jaket atau sweater ke sekolah rasanya takut...banget ga lazim saat itu menampilkan suatu yang lain dari yang lain meskipun hanya sebuah jaket penghangat badan di musim hujan. Kalau acara natal ada acara liturgi di gereja (berdiri di depan untuk melafalkan ayat alkitab tanpa membaca-red) maka saatnya untuk didandani, dan aku merasa bibirku menebal karena dikasih lipstick, dan malu sekali rasanya eh...ponakanku, tanpa merasa malu-malu selalu minta lipstick yang dipakainya lebih dipertebal :-(

Ok, hal tersebut mungkin ada baiknya, berani berekspresi. Bagaimanapun, keberanian berekspresi merupakan nilai plus bagi seseorang sehingga dia bisa menjadi lebih dikenal, idenya bisa didengar dan mungkin saja memberi manfaat bagi banyak orang. Namun yang jadi masalah adalah keberanian ini kadangkala kebablasan atau tanpa dibekali oleh pemahaman bahwa yang layak diekspresikan itu adalah sesuatu yang positif bukan yang negatif. Jadi mereka lebih melihat ekspresi itu adalah berani mengeluarkan ide betapun itu bodohnya dan kesannya berekspresi bagi mereka adalah menunjukkan gambar diri, walaupun isinya kosong melompong. Dengan kata lain, yang penting nggaya.

Dulu jaman aku kuliah S1, tahun 95-an kalau dosen tanya dan ga bisa menjawab malunya sampai ke ubun-ubun. Jadi jangan berharap masuk kelas nggak tau apa-apa kalau ga mau jadi bulan-bulanan, eh...mahasiswa jaman sekarang, ditanyain dan ga bisa jawab tidak kelihatan terbeban. Dengan beraninya menjawab ga tau bu, dan tanpa kelihatan malu atau merasa terbeban dan kemudian teman-temannya ngakak-ngakak generasi yang aneh!
Hal lain yang bikin lebih aneh lagi, mereka kadang bertanya "silly question" tanpa merasa malu.
"Bu, ntar yg keluar ujian yang di power point aja ya?"
weg... kebayang aku bertanya seperti itu ke dosenku, meskipun aku ga dijadikan sate, tapi aku pasti merasa sangat malu kalau dia menatapku dengan tatapan aneh (membayangkannya aja aku sudah malu)
kujawab saja dengan sikap sok sabar meski keki setengah mati: "Yang di power point itu hanya point aja, powernya ada dibuku dan pada yang saya jelaskan..."
eh....jawabnya..."maksudnya bu?"
speechless mode ON

Tanpa mengurangi rasa hormat kepada teknologi yang membawa begitu banyak kemajuan dalam berbagai aspek kehidupan, kayaknya kita harus waspada kepada efek negatif yang ditimbulkannya, khususnya pada masalah karakter pada anak-anak yang dilahirkan pada era teknologi ini.
Sesuai dengan trend teknology yang "cheaper, faster and smaller" mereka juga jadi kelihatannya berkembang seperti itu.
  • Cheaper --> Trend teknologi semakin murah, dan akhirnya mereka pun jadi tidak menghargai nilai dari sesuatu karena semua mereka dapatkan lebih murah dan mudah. Mau foto tinggal klik, nggak usah tunggu dicetak bisa lihat tampilannya. Display aja jadi deh. Ga suka tinggal tekan icon delete. Mau nulis, klik 2x pada icon Microsoft Office Word, siap2 menulis, kata yang salah akan diperbaiki sendiri oleh sistem. Mau hitung pake kalkulator. Mau ngubrul ambil HP hanya Rp 1/detik bahkan ada yang gratis. Semua begitu mudah, murah dan jadinya banyak hal yang kehilangan makna.
  • Faster --> Sesuai dengan trend semua menjadi lebih cepat. Buru-buru...kalau perlu orang lambat ditinggalin aja. Nunggu teman 2 menit sangat membosankan langsung ambil HP telp si teman untuk marah2. Koneksi lambat langsung ditinggalin atau dibanting, demikian juga teman yang dari sononya lambat akan dikata-katain (kalau enggak dibanting) atau orang tua yang tidak tau teknologi akan ditolol-tololin. Nilai ujian maunya bagus tapi ga usah pake cara lambat yaitu "belajar". Pilihannya adalah nyontek atau cari cara-cara instant untuk mengetahui sesuatu. 10 Cara cepat menjadi kaya, 10 Cara Belajar yang Efektif, menjadi buku favorit dan Best Seller. Semua begitu cepat, tergesa-gesa dan banyak hal jadi kehilangan makna.
  • Smaller --> Trend teknologi semakin kecil. Laptop jadi 10 inchi, flash disc dengan memori 32 Giga hanya seukuran anting kecil. Jadinya manusia berlomba-lomba menjadi minimalis. Ukuran Baju minimalis, Bahkan pola pikir pun jadi minimalis. Ga tau filosofinya tapi tidak canggung untuk mengutarakannya. Ga tau kenapa sesuatu menjadi seperti itu tetapi berani menggunakan. Ga tau kepanjangan Lipsync adalah Lips Synchronization tapi dengan canggihnya selalu menggunakan istilah Lipsync. Artinya kapasitas otak pun jadi lebih kecil. Yang diingat adalah istilah-istilah yang trendy biar kedengarannya trendy. Semua jadi seadanya, ga mendasar dan banyak hal jadi kehilangan makna.
Betapa, kita memiliki banyak hal untuk dibenahi :-)
Mari...mari...kita semangat membangun manusia-manusia yang memiliki karakter yang excellent.


No comments: