Friday, September 13, 2013

Terberkatinya Aku

Kemarin, bincang-bincang dengan seorang teman membuatku merasa terberkatinya aku memiliki suami yg mengikatku dalam pernikahan namun membebaskan aku mencapai beberapa hal sebagai individu.
Dipernikahanku yang masih tergolong baru (6 Desember 2013 nanti) baru akan genap 5 tahun, saya merasa bahwa aku tetap sebagai seorang individu yang memiliki kebebasan untuk mencapai apa yang menjadi mimpi-mimpi pribadiku khususnya terkait dengan pendidikanku dan juga karirku.

Sebagai seorang dosen, di Universitas Ciputra, dimana metode pembelajaran sangat project and experiential based learning, seorang dosen dituntut memiliki komitmen yang tinggi menjadi guru, konsultan, mentor dan sekaligus coach untuk mahasiswa. Tentu saja komitmen tersebut membutuhkan waktu yg tidak sedikit sehingga bayangan menjadi dosen yg datang ke kampus hanya untuk mengajar lalu pulang ke rumah tidak pernah terjadi dalam pengalamanku sebagai dosen di uni ini. Jam kantor formal jam 7.30 - 16.30, senin sampai jumat dan most of the time, aku pulang lebih dari jam seharusnya. Belum lagi ketika di rumah kadang-kadang masih dihubungi mahasiswa (tidak dengan datang ke rumah tentunya) untuk berdiskusi atau bertanya beberapa hal. Ditambah lagi, beberapa perjalanan ke luar kota atau luar negeri untuk menghadiri beberapa konferensi, seminar, workshop, meeting atau acara-acara lain yang menuntut kehadiranku sebagai dosen atau peneliti dan semakin intens karena pada saat ini aku sebagai ketua jurusan. Tentu saja, tanpa kerjasama yang sangat baik dari suami, aku tidak akan bisa menjalaninya dengan baik dan damai sejahtera. 
Tuntutan untuk memberi waktu lebih dari seharusnya, perjalanan-perjalanan ke luar kota atau luar negeri bisa aku penuhi tanpa merasakan kontroversi hati dan otak (meminjam istilah Vicky) dengan dukungan dari suamiku. Dia tidak menunjukkan keberatan atau tekanan padaku kala aku diwajibkan untuk melakukan tugas-tugasku di kampus. Sebaliknya dia segera mencari solusi-solusi apa yang harus kami siapkan untuk dilakukan selama aku tidak di rumah. Betapa menyenangkan memiliki partner hidup yg suportif.

Demikian juga dengan tugas baruku sebagai mahasiswa S3 di Malaysia. Tentu saja, keputusan untuk kuliah ini aku pertimbangkan dan doakan dengan sungguh-sungguh. Menjadi Ibu 2 anak laki-laki di usia balita merupakan berkat yang harus dipertanggungjawabkan dengan sungguh-sungguh. Ketika tawaran kuliah lagi muncul, aku terlebih dahulu minta ijin dan berdiskusi dengan suamiku. Saat itu aku semakin sadar betapa terberkatinya aku memiliki dia sebagai suami. Bukannya menunjukkan fakta-fakta kerepotan-kerepotan yg akan muncul yang dia lakukan saat itu, justru menyajikan solusi-solusi terhadap permasalahan yang mungkin akan kami hadapi. Mulai dari mengatakan bahwa kami bisa minta bantuan kakak-kakakku (saat aku bilang siapa yg urus anak-anak saat aku harus ke Malay) sampai memberi dukungan dengan perkataan, "kamu pasti bisa kamu kan pintar" :D. 
Justru aku  saat itu yang mengalami kelabilan hati (kembali meminjam istilah Vicky). Meskipun kuliah S3 merupakan salah satu mimpi dalam hidupku, namun tanpa dorongan suami aku yakin aku tidak akan berani menjalaninya. Karena dukungannya, menjalani perkuliahan yang sangat berat, menjadi perjalanan yg menyenangkan karena at least aku tidak dibebani masalah rumah tangga yg aku pun sangat sadar sebenarnya itu adalah bebanku.

Tentu saja, banyak faktor yang menentukan sesuatu itu berhasil atau tidak, menarik atau tidak untuk dijalani. Kenyamananku dalam menjalani tugas-tugas dan peran-peranku juga dibantu oleh orang lain, seperti keluargaku yg siap sedia membantu kami kalau sedang dibutuhkan, atasan yang pengertian di kantor, teman kerja yang profesional dan tentu juga caraku merespon berbagai kejadian. Namun sebagai seorang istri, aku merasa betapa terberkatinya aku memiliki suami seperti suamiku ini. 
Semoga Tuhan sang sutradara kehidupan, selalu memampukan kami menjalani berbagai peran kehidupan dengan penuh tanggung jawab dan ucapan syukur.

Monday, August 26, 2013

Profesionalnya Mbak Lasmi

Seminggu sebelum lebaran lalu, PRT kami mbak Lasmi dan si nenek pulang ke rumah mereka masing-masing di Madiun. Aku berangkatkan mereka dengan parsel ala kadarnya, THR dan beberapa baju bekas yang masih layak pakai mulai dari baju anak-anak, bajuku, baju suami juga baju dan sepatu baru untuk anaknya.
Lalu aku bertanya ke mereka ber-2 kapan akan kembali? Mereka jawab "Belum tau bu....nanti tanya dulu suami dan anak-anak boleh atau tidak kesini lagi"
Tentu saja jawaban itu bikin aku BT, persis Desember lalu saat mbak Lasmi pulang madiun, dan ketika ditanya kapan mau balik jawabnya sama: "Belum tau bu...". 
Benar saja di bulan Desember dia ga balik karena katanya mau ngerjain hal lain di rumah. Jadilah saat itu, aku kucar-kacir mana harus kuliah lagi ke Malaysia, akhirnya anak-anak aku titip di rumah kakakku di Depok. Tapi saat  Januari akhir lalu, dia minta kembali lagi ke rumah kami. Karena saat itu butuh banget aku terima kembali kehadiran si mbak Lasmi ini. Lalu kejadian itu terulang lagi lebaran lalu sebelum pulang kampung dia menjawab hal yang sama. 
Kembali aku panik, dan pusing tujuh keliling karena pada tanggal 20 agustus aku harus ke Malaysia lagi untuk urusan kuliahku. Saat itu, aku merayu dia untuk kembali ke rumah kami mulai dari  rayuan pulau kelapa alias pendekatan kekeluargaan sampai rayuan pulai tahiti atau pendekatan ekonomi bahwa aku akan kasih bonus kalau balik lagi ke rumah paling lambat tanggal 19 Agustus. Jawabnya tetap "Belum tau bu...."
Rasanya dongkol minta ampun pada sikapnya yang tidak bisa diajak bekerja sama itu, sementara akupun tau dia juga sebenarnya membutuhkan kami dan betah tinggal bersama kami.  Karena frustrasi, lalu aku bilang: "Kalau mbak ga datang tanggal 19, jangan harap kembali kesini lagi ya." Lalu dia terdiam.

Akhirnya aku melewati libur lebaran selama 10 hari sebagai single fighter mengasuh anak-anak dan mengurus pekerjaan rumah tangga.  Untung suamiku sangat baik membantuku, sampai bela2in cuti bergantian saat waktu kerja sudah tiba dan belum ada yang mengasuh anak-anak. Akhirnya sebelum berangkat ke Malaysia aku meminta tolong ponakanku yg cantik-cantik yaitu Iren yang kuliah di Unpad dan Hilda yang kuliah di STT Telkom untuk menjaga anak-anak. Untung mereka bersedia dan anak-anak juga cepat menerima dengan mereka. Bloods do speak!
Sejak minggu 18 agustus, mbak lasmi sudah mulai sms aku bilang bahwa dia rindu Angelo dan Alvaro. Lalu sms lagi bilang mau berangkat ke dabudi (bilang abu dhabi) dengan gaji 2,5jt, lalu bilang banyak yang nawarin kerjaan ke dia, tapi rasanya dia udah cocok banget sama ibu dan bapak (bilang saya dan suami) dan kangen sama anak-anak.
Aku dong...mulai senang tapi agak bergaya dikit, aku jawab dengan sok ga butuh. 
Lalu mulailah dia dengan trik baru bilang bahwa anaknya butuh duit untuk bayar seragam sekolah SMP (aku mulai terenyuh) tapi tetap aku jawab melalui sms bahwa aku ga bisa bantu. Sampai di selasa pagi saat di bandara menuju Malay, dia masih berusaha sms aku dengan bilang terus terang pengen kembali ke rumah kami. Tak lupa dia bilang bahwa sudah ada 2 tawaran kerja dari orang lain tapi dia merasa pengen kembali ke rumah kami karena dia merasa cocok dengan kami. Tak lupa dia bilang di sms, maaf karena kemarin itu benar-benar khilaf dan bla...bla..bla...
Aku mulai terenyuh (dan butuh juga sih), lalu aku jawab bahwa aku ga bisa sms-an lagi karena mau ke Malaysia. Ternyata dia ga menyerah, mulai sms-an dengan suamiku dan minta diijinkan kembali bekerja di rumah kami :D
Sms-an berlangsung selama seminggu, sampai akhirnya Jumat lalu dia bilang dia punya saudara bernama partini yang mau diajak kerja ke rumah kami. 
Hm....Rasanya sayang kalau nolak (secara pencarian kami ke beberapa yayasan belum berhasil dan minta tolong dicariin teman2 juga belum ada titik terang), mulailah pendirianku bergeser wkwkwkwk....
Diskusi dengan suami mulai melonggar, peluang menerima lasmi kembali mulai muncul ke permukaan. Secara selain dia butuh duit, kita juga butuh dia, meskipun keterampilannya tidak OK banget tapi kebaikannya terhadap anak-anak sudah teruji. 
Lalu bagaimana dengan ucapanku yang mengatakan kalau ga datang 19 ga usah datang lagi? Rasanya kalau sampai aku menerima dia kembali, aku menurunkan standard profesionalitasku, kikikik.....Bukankah harusnya dia yg ku upgrade ke standarku? 
Lalu aku ingat kata-kata ibuku dulu waktu aku complaint masalah Erni, pembantu pertamaku karena sangat sulit diajak memahami perintah dan tidak bisa multi tasking. "kalau dia mudah memahami  perintah dan dia multi tasking maka kemungkinan besar dia tidak akan menjadi pembantu"
Duile....benar juga ya, kalau mbak lasmi bisa pada standard profesional seperti aku, mungkin dia juga ga akan jadi pembantu kali ya...

Ya sutralah, sabtu minggu aku bbm-an secara intens dengan suami. Mempertimbangkan plus minus kalau menerima kembali si mbak Lasmi di rumah kami, baik dari sisi kepentingan kami maupun dari sisi kepentingan dia. 
Keputusan kami akhirnya, tadi siang dapat bbm dari suami melaporkan bahwa mbak lasmi dan saudaranya  bernama Partini sudah dijemput di bungurasih dan sekarang sudah di rumah kami. 
Apalagi yang harus aku bilang selain, welcome home-lah mbak Las, nanti kalau aku sudah di rumah, aku akan memberikan training 5 jam masalah profesionalisme wkwkwkkw.....
Meskipun kamu tidak profesional, bisa membuat perasaanku merasa lega senin depan ke kampus tanpa harus bingung dengan kondisi anak-anakku. Baiklah...
Thanks God, for everything...


Thursday, August 22, 2013

Happy One Year

Setahun yang lalu, 
Pada tanggal 22 Agustus, 2 minggu setelah operasi jantungku aku merayakan ulang tahun dengan bahagia sekali karena ternyata aku masih bisa merayakannya.
Hari ini, kembali aku merayakan ulang tahun dengan kebahagiaan yang lebih karena masih diberi kesempatan merayakan ulang tahun dengan kondisi kesehatan yang prima. Betapa aku bersyukur untuk kebaikan Tuhan dalam kehidupanku.
Meskipun ada sedikit kesedihan karena ulang tahun kali ini aku lagi di Malaysia untuk mengikuti doctoral trainingku di kampus tercinta UUM, sedangkan suami dan anak-anakku ada di Surabaya.
Tetapi itulah kehidupan, Tuhan selalu menyiapkan semuanya indah dan berfaedah.
Semoga diusia yang menuju senja ini (kikikikik) aku semakin bijaksana dalam menjalani kehidupan, memiliki kehidupan yang semakin berdampak bagi sesama.

Wednesday, July 31, 2013

Terpaksa


Dulu, ketika saya mendengar seseorang berkata bahwa dia "terpaksa" mengambil sebuah keputusan tertentu baik di dunia nyata atau ketika membaca cerita di buku atau saat menonton sebuah film, maka saya akan dengan sinis berkata, kalau "terpaksa," lalu mengapa kamu mengambil keputusan tersebut? 
Menurut saya, kalau pengambilan keputusan berada ditangan seseorang maka harusnya seseorang itu mampu membuat keputusan yg lain daripada mengambil sebuah keputusan yg terpaksa harus dilakukannya. 
Pemikiran ini mungkin berkembang karena kasus-kasus yg saya hadapi selalu berhubungan dgn kondisi, dimana si pengambil keputusan berkata "terpaksa" mengambil keputusan tertentu dengan suara yg tegar, mimik muka yg keras dn nyaris tanpa emosi, Berhadapan dengan seorang yg wajahnya memelas tak jarang menangis terisak-isak, tak berdaya, karena harapannya dimusnahkan dan dia harus menerima keputusan yg diberikan si pemberi keputusan. Sehingga ketika si pemberi keputusan berkata: "aku terpaksa melakukannya", maka aku dgn spontan berkata (meski kadang2 hanya dlm hati karena aku biasanya menghadapi kejadian seperti ini di film atau buku), kalau kamu si pembuat keputusan mengapa kamu hrs memutuskan sesuatu yg terpaksa kamu lakukan? Tidakkah kamu kasihan melihat orang di hadapanmu yg harapannya kamu pupuskan? Yang mimpinya kamu padamkan? Kenapa kamu tdk mencari alternatif keputusan lain yg tidak membuat dia menangis dan kamu pun tidak terpaksa melakukannya?

Sampai pada hari ini aku berada pada sebuah kondisi real, dimana aku harus mengambil sebuah keputusan. Keputusan yg terpaksa harus aku ambil. 
Aku melihat dia menangis di depanku, tersedu karna harapannya pupus karena keputusan yg kuambil. Dia memohon dan aku dengan wajah datar menolak permohonannya. Dia menolak dan meronta tdk setuju dengan keputusan yg kuambil dan dengan tatapan tajam aku diam, dan diamku berarti memaksa dia harus menerima keputusanku. 
Dia tak berdaya, dan aku tetap teguh pada keputusanku.
Yang dia tidak tau, (yang dulu aku pun tidak tau) hatiku tersayat-sayat. 
Betapa sesungguhnya...aku juga sangat tidak menginginkan semua ini terjadi. 
Tidak ada orang lain yg memaksaku untuk mengambil keputusan ini. 
Aku memiliki kemutlakan dalam memutuskan, tetapi aku oleh diriku sendiri, dengan segala pertimbangan spritual, emosional dan rasional terpaksa harus mengambil keputusan tersebut. 
Aku dipaksa oleh kebenaran. 
Kebenaran yg tidak hanya mengoyak harapannya tetapi juga mencabik perasaanku. Kebenaran yg tdk hanya membuatnya menangis tetapi juga membuat jiwaku tersedu. Kebenaran yg tidak hanya membuat mimpinya sirna tetapi juga membuatku merasa gagal. 
Kebenaran yg mungkin membuatnya merasa bahwa hidupnya berakhir pada hari ini ketika aku membuat keputusan, tetapi membuatku yakin, keindahan masa depannya dimulai hari ini.
Semoga pemilik kehidupan memberkati langkahnya.

Thursday, April 25, 2013

Alvaro dan Angelo

Kejadian lucu dengan kedua anakku kemarin pagi.
Bangun pagi si abang Alvaro masih pake baju tidur, masih setengah ngantuk berjalan keluar. Tiba2 ditaman kucing melompat dan si abang spontan berkata "ihhhhh cinga" maksudnya singa wkwkwkwk
Aku kasih tau, itu kucing bang yang suaranya meong bukan singa.
Memang anakku ini sangat menggemari binatang dan suaranya.
Dia suka menirukan suara2 binatang.
Oh ya Alvaro sudah sekolah loh di Play Group Bright Kiddies hanya 2 kali dalam seminggu sih sebagai wadah sosialisasi aja dengan teman.
Dia udah pintar main games di tab loh. Hebat dehhhhh

Kejadian lucu kedua adalah Angelo di pagi yang sama menutup telinga saat mendengar suara guntur. Sambil menutupkan kedua tangannya ketelinganya. Ahahaha memang kata mbak lasmi dia selalu begitu setiap mendengar guntur.
Hahaha kalau anak kecil pujaan hati mommy ini suka banget makan. Suka juga minum air putih. Sudah pintar bilang mam (makan), num (minum), nen (nenek; pengasuhnya yg dipanggil nenek) dan gigi. 
Begitu deh cerita terbaru kedua anakku yg ganteng2 itu heheheh....

Love them both so much *hug and kiss*