Friday, June 22, 2012

Tuhan mengubah hati, ya DIA mengubah hati

Senin yang lalu, setiba di kampus, seperti biasa aku mengerjakan pekerjaanku.
Jam 8.30, bbm-ku berbunyi, aku menduga itu pasti dari suami memberitahu sudah tiba di kantornya dengan selamat.
Pas baca, benar saja memang dari suami dan memberi tahu dia sudah sampai di kantor.
Biasanya ada icon *kiss* setelah kasih tau begitu.
Kali ini tidak ada, dan yang ada malah:
"Kamis besok tanggal 20 si mbak mau pulang."
Rasanya dadaku sesak, keringat dingin melanda, dan kepala berputar-putar *lebay...
Aku tak membalas bbm dari suami.
Rasanya aku langsung tak berdaya kalau si mbak lasmi ART yang baru sebulan di rumah kami minta pulang.
Seperti biasa suamiku yang baik itu langsung bbm lagi dengan kata-kata yang menghibur aku.
"sudah say, tenang ya...nanti kita cari lagi yang baru. Bla...bla...bla..."

Berbicara mengenai ART, mereka itu benar-benar membuat hidupku sedikit kacau. Wkkwkwkw....
Sebenarnya, aku tidak butuh-butuh banget mereka di hidupku (itu dulu...)
Tetapi dengan 2 anak balita, aku sebagai dosen full time yang sedang menjabat juga di struktural, rasanya... merekalah tumpuanku untuk menjaga anak-anakku *nangis bombay*
Sejak kecil sampai dewasa di rumah ibuku, kami tidak pernah punya ART.
Dan hidup kami berjalan dengan baik tanpa kerepotan apapun.
Lalu setelah menikah dan menempati rumah sendiri, aku juga ga pernah berpikir untuk punya ART, meskipun aku bekerja full time.
Pekerjaan mencuci pakaian dan menyetrika beres kukerjakan.
Membersihkan rumah? Kecillll..... ada suami yang siap membantu :D
Memasak? No need... Ber2 aja di rumah rasanya lebih praktis makan diluar.
Untungnya suamiku juga jempolan bukan tipe suami yang ingin dilayani, malah cenderung berbagi dalam pekerjaan RT.
Sampai akhirnya aku hamil pun, masih belum merasa perlunya ART di rumah kami.

Pada kehamilan 8 bulan barulah aku berpikir harusnya ada ART untuk membantuku mengerjakan pekerjaan RT.
Apalagi aku melahirkan cesar, rasanya perlu sekali.
Mulailah hunting ART ke berbagai teman dan yayasan tapi tidak ketemu.
Samapai H-3 acara kelahiran anak pertamaku,
Tuhan menunjukkan pertolongannya melalui bu Wina temanku dosen.
Cecenya yang di kediri tidak butuh lagi 1 ARTnya.
Pucuk dicinta ulam pun tiba jadilah si Erni yang asli Flores ini tinggal bersama kami.
Tepat 1 bulan Alvaro yang berarti 1 bulan juga Erni di rumah kami, dia minta pulang ke Flores.
Bujuk sana sini, rayu sana sini, dia tetap keukeuh mau pulang.
Ok deh... kakak.... bye..bye...
Aku masih bisa tenang meskipun cape luar biasa ngurusin rumah dan urusin anak.
Karena masih cuti 2 bulan kami pun masih santai-santai saja.
Sampai akhirnya tiba waktunya aku harus kembali ke kampus kita baru kelimpungan nyari ART.
Cari sana sini, tidak ketemu.
Akhirnya Alvaro dititip ke rumah ompung (nenek-red), bolak-balik tiap hari rasanya cape luar biasa.
Hanya 3 bulan Alvaro langgeng di rumah ompungnya.
Akhirnya kami titipin Alvaro di day care dekat kampus.
Tepat usia Alvaro 7 bulan, aku kembali hamil anak ke-2. Mulailah kebutuhan untuk ART muncul lagi. Ngantar Alvaro tiap hari dan harus memasak makanannya benar-benar membuatku ga kuat karena mual.
Pencarian dimulai....
Baru 4 hari nyari, lagi-lagi bu Wina mau mengganti ART-nya menjadi baby sitter untuk mengasuh anaknya yang cakep itu. 
Kembali aku mendapat limpahan ART dari bu Wina.
Sebelumnya bu Wina sudah cerita betapa tidak capable-nya si Ave ini dalam bekerja.
Namun rasanya itu tidak terlalu perlu. Yang penting ada ART untuk membantu meringankan beban kerjaku di rumah.
Rasanya Tuhan itu baik luar biasa baik bagi kami.
Singkat cerita, Ave hidup tentram bersama kami. Sampai akhirnya di bulan desember tahun lalu, dia minta pulang kampung ke Flores untuk Natalan.
Berhubung kami juga pulang kampung, maka ketiadaannya tidak terlalu terasa.
Dengan terisak-isak dia berjanji akan kembali ke Surabaya. Namun aku sudah tau, dia ga akan kembali.
Meskipun dalam hati berharap banget dia akan kembali, aku tau dia ga akan datang lagi.

Mulai kebayang repotnya punya anak 1 yang berlari-lari dan akan melahirkan lagi.
Lagi-lagi pertolongan Tuhan itu tepat dan selalu tepat waktu.
Pulang dari kampung halaman ke Surabaya, salah seorang saudara jauh bernama Dewi, bersedia ikut kami ke Surabaya.
Jadilah mulai januari, Dewi tinggal bersama kami.
Melahirkan Angelo di bulan Februari pun berjalan dengan lancar, hati pun tenang karena ada dewi yang membantu.
Selama cuti 3 bulan, kami berdua berhasil mengatasi pekerjaan-pekerjaan RT dengan lancar. Tidak mau repot lagi pas mau kembali ke kampus, kami mulai nyari ART sejak 2 bulan sebelum aku kembali ke kampus. Dengan niatan agar aku bisa training si ART ini cara mengurus Angelo. Karena dewi sudah bilang dia ga berani urus Angelo yang masih kecil banget itu.
Sampai waktunya masuk kerja, berita ART tidak ada. Terpaksa anak-anak dan dewi diantar tiap hari ke rumah ompungnya Alvaro.
Baru 3 hari menjalani rutinitas itu, Sopirnya kantor suami kasih tau ada keponakannya yang mau ikut kami.
Benar-benar pertolongan Tuhan datang tepat waktu.
Tanpa perlu melakukan fit and proper test, si mbak lasmi kami terima ikut kami.
Bonusnya, dia sudah punya anak jadi sangat lihai mengurus dan memandikan Angelo.
Benar-benar bonus yang luar biasa.
Raker jurusan yang mengharuskanku nginap semalam di malang, berhasil mengukuhkan keahlian mbak lasmi mengurus Angelo.
Apa lagi yang kurang?

Dan ternyata baru satu bulan di rumah, dia minta pulang.
Disampaikan ke suami, dan suami memberi tau lewat bbm.
Aku hampir saja panik. Tapi mengingat pertolongan Tuhan yang selalu tepat bagiku khususnya mengenai dunia ART membuatku PD semua akan baik-baik saja.
Senin sepulang dari kampus, aku ajak mbak lasmi bicara baik-baik.
Minta dia jangan pulang dulu. Dengan berbagai rayuan maut, iming-iming tingkat dewa sampai janji-janji manis yang aku sendiri ragu apakah aku bisa menepatinya kulancarkan. :D
Hasilnya NIHIL. Mbak lasmi tetap mau pulang.
Selasa pagi aku tanya lagi (dengan harapan dia berubah pikiran).
Hasilnya TETAP. Mbak Lasmi minta pulang.
Ya sutralah, gimana lagi. Setengah putus asa, setengah pasrah aku merasa emang kayaknya dia pasti pulang. Aku mulai tidak PD bahwa semua akan baik-baik saja dengan atau tanpa mbak Lasmi.
Aku rada kecewa, kebayang sulitnya hari-hariku lagi harus bolak-balik sana-sini, apalagi si mbak lihai ngurus anak aduh rasanya aku mulai pengen marah.
Selasa malam aku berbicara lagi, terakhir! Tekadku dalam hati.
Aku minta dia pulang awal agustus saja sebelum lebaran.
Kan lumayan masih ada gaji, plus nanti aku kasih deh THR kataku merayu.
Tetap dia bilang, dia mau pulang karena suaminya memaksa dia pulang.
Ya sudahlah, mau gimana lagi.

Malam sebelum tidur, aku berdoa.
Secara khusus mendoakan agar mbak Lasmi mengurungkan niatnya untuk pulang kampung.
Aku juga berdoa untuk Dewi, yang begitu baik mau tinggal bersama kami, meninggalkan ibu dan adiknya di Samosir yang jauh.
Aku mengucap syukur untuk keberadaan mereka dalam hidup kami.
Doa yang berbeda dari doa-doa di setiap malamku.
Aku hanya menyebut nama Alvaro dan Angelo dalam setiap doa-doaku. Plus nama-nama orang-orang yang dekat di hati ketika ada hal-hal khusus yang ingin kudoakan tentang meraka.
Malam itu, aku berdoa untuk Dewi dan Mbak Lasmi.

Rabu pagi, ketika aku memandikan Angelo, 
Mbak Lasmi dengan malu-malu bilang, "Bu...Saya mau disini aja sampai sebelum lebaran"
Dengan sok cool aku tanya "gimana suamimu?"
Meskipun sebenarnya aku ingin berteriak kesenangan dan memeluk mbak lasmi dan memutar-mutarnya.
"Ga apa-apa bu...boleh kok katanya" Mbak Lasmi bilang
Lagi-lagi dengan sok cool aku jawab "OK"
Rasanya hidupku menjadi bergairah...
Aku melihat segala sesuatu menjadi lebih indah dari warna aslinya huahahahaha....
Dan dengan tidak tau malunya aku tanya mbak Lasmi: "Mbak, habis lebaran pulang kesini kan?" *Ngarep
Dia jawab, "belum tau bu, nanti tanya suamiku dulu"
Ok deh kakak....
Rasanya aku ga perlu khawatir tentang apapun dalam hidupku.
Tuhan menyediakan semuanya bagiku, sesuai yang kuperlukan tepat pada waktunya.
Puji Tuhan. DIA sungguh mengubah hati ;-)



Wednesday, June 13, 2012

5 Tahun dan Masih Suka....

13 Juni 2007  yang lalu, pertama sekali ke Universitas Ciputra sebagai dosen di International Business Management (IBM).
Kedatanganku penuh dengan semangat yang tinggi untuk berkontribusi bagi bangsa dan negara.
Sebelumnya aku sudah datang 3 untuk melewati serangkaian tes mulai dari psikotest, interview dengan dekan Fakultas Ekonomi sampai direktur akademik terlewati dengan mulus.
Memang kalau sudah jodoh takkan kemana, prosesnya sangat cepat dan tepat.
2 universitas swasta yang lebih dahulu meminangku (1 di Batam dan 1 lagi di Malang) terpaksa kukirimi surat pengunduran diri (belum bergabung sudah mengundurkan diri) wkwkwkwk....
Bahkan tawaran masih datang dari salah satu universitas swasta besar di surabaya ketika aku mengajar Marketing (kelas pertamaku) dan juga dari UNESCO untuk ditempatkan di Aceh dengan gaji yang mendebarkan jantung.

Tapi entah mengapa, seperti digerakkan oleh invisible hand (hallah) aku memutuskan tetap di IBM universitas Ciputra.
Terus terang banyak "keterkejutan" yang aku alami saat masuk di Universitas ini.
Ada yang mengatakan, seseorang akan mengajar sebagaimana dia dulu diajar.
Hm... menarik...
Aku dididik dengan cara UGM yang sangat ilmiah, akademis dan memiliki pola berpikir yang sistematis, tentu saja agak kaget kalau harus mengajarkan mahasiswaku untuk menjadi entrepreneur, yang mana pola2ku dulu belajar tidak begitu applied disini.
Sebut saja, berpikir sistematis sering sekali dianggap sebagai musuhnya berpikir kreatif. Dan untuk memampukan orang lain menjadi entrepreneur tentu saja berpikir kreatif merupakan suatu keharusan.
Menyederhanakan hal-hal yang rumit dari teori-teori tentu saja bukan pekerjaan yang mudah, dan itu harus dilakukan agar para calon entrepreneur ini tidak harus menelan teori-teori yang hanya membebani otak yang kadang kala tidak terlalu penting.
Mengajarkan mereka untuk sensitif terhadap peluang, sudah barang tentu tidak mungkin dicapai dengan membaca berbagai buku teks. Namun mengajarkan mereka supaya sensitif terhadap kondisi di luar diri mereka menjadi suatu hal yang lebih tepat. 
Dengan kata lain, ketika kita ingin mengajarkan entrepreneurship maka ranah afektif harus lebih diisi daripada sekedar mengisi kognitifnya.

Diawal-awal aku terbanting-banting mengubah caraku mengajar agar jangan mengimitasi caraku diajar dahulu. 
Susah? Tentu saja?
Mundur? TENTU TIDAK....
Visi untuk "creating world class entrepreneurs" sangat menantang menantang bagiku.
Tapi bukan karena semata-mata tantangan itu yang membuatku bergairah.
Kontribusi entrepreneur dalam perekonomian suatu bangsa sudah jelas signifikansinya.
Daripada menjadi sarjana yang menunggu peluang kerja yang diciptakan oleh orang lain, mengapa tidak menjadi sarjana yang menciptakan lapangan kerja?
Sebagaimana dikatakan Landes (1998) bahwa:
"The wealth and poverty of developing countries has been linked in modern times to the entrepreneurial nature of their economies"
Artinya kenapa satu negara bergerak maju biasa-biasa saja sedangkan negara lain bergerak maju dengan pesat seakan melompat tinggi? 
Ke-entrepreneur-anlah jawabannya.
Untuk Indonesia yang lebih baik, tentu saja saya harus ikut ambil bagian menjadi seseorang yang memampukan orang lain (entrepreneur enabler) menjadi seorang entrepreneur.

Hari ini  13 Juni 2012,
Hari ke 1825 bagiku masuk ke Universitas Ciputra.
Masih dengan gairah yang sama seperti pertama kali datang kesini.
5 tahun, dan aku masih suka....