Wednesday, May 20, 2009

Terbaik dari yang Terburuk

Dalam kehidupan kita, mungkin kita pernah [atau sering] berada pada situasi harus memilih sedangkan kondisi pilihan sama buruknya.
Untuk kondisi seperti itu ada baiknya kita memilih yang terbaik dari yang terburuk, meskipun pada kenyataannya bahwa apapun atau siapapun pilihan kita, sudah hampir bisa dipastikan bahwa kita tidak akan mendapatkan keuntungan akibat dari buruknya kondisi atau situasi.
Kalau keuntungan tidak mungkin didapat, maka yang terbaik adalah meminimalkan resiko yang mungkin kita hadapi.

Dari ketiga pasang bakal capres dan cawapres yang kini maju yaitu JK-WIN; SBY BERBUDI dan MEGA PRO RAKYAT, baiknya memilih siapa?
Ketiga pasangan sama-sama memiliki unsur tentara yang menurut salah seorang pengamat (saya lupa siapa) bahwa topik “Kejahatan HAM” kemungkinan besar tidak akan diangkat oleh ketiga pasangan untuk dijadikan bahan kampanye pilpres kali ini karena ketiga pasangan ini sama-sama punya kontribusi didalamnya. :D
Jadi dalam hal ini, ketiga pasangan sama saja atau untuk mempermudah analisa, unsur tentara atau kejahatan HAM tidak usah dijadikan variabel pertimbangan.

Lalu kalau kita berbicara mengenai JK, memang dia kelihatan cepat mengambil keputusan. Tapi saking cepatnya kadang “terkesan” asal ngomong. Masih jelas dalam ingatan ketika ADAM AIR jatuh di perairan Sulawesi Selatan pada 1 Januari 2007 yang lalu, besoknya pak JK bilang jatuhnya di Sulawesi dan sudah ditemukan. Ternyata sampai berbulan-bulan si Adam belum ditemukan. Hal lain adalah ketika Yogya gempa, dengan santainya JK bilang tiap keluarga akan dapat jatah “10 juta” yang membuat Sultan kerepotan menenangkan warga akibat pernyataan itu.
Mau jadi apa Negara kita kalau pemimpinnya terlalu impulsif? :P

Seharusnya pak Boediono adalah favoritku dalam pemilihan kali ini.
Pimpinannya sendiri sudah mengakui kinerjanya “teruji.”
Dan kemudian, Boediono selalu mengingatkanku pada UGM almamaterku :D sampai saat ini aku masih bangga menjadi alumni dari FE UGM.
Sayangnya, pak Boediono mendampingi pak SBY. Ada apa dengan SBY?
Menurutku, masa kepemimpinannya selama 5 tahun ini lumayan berhasil.
Tapi, sepertinya dia ingin menjadi “central point” dari pemerintahan ini. Begitu dia merasa partnernya terlalu terkenal maka dia tidak segan-segan untuk membenamkannya.
Dan menurut beberapa suara mengapa dia memilih Boediono sebagai partner adalah cara teraman bagi dia untuk tetap menjadi “central point” disamping ketakutan bahwa wakilnya pada periode ini (jika dia terpilih lagi) akan menjadi bintang di pilpres periode 2014 mendatang.
Rasanya kurang sreg aja dengan pemimpin yang ego centric. Tidak yakin apakah dia punya niat untuk pemberdayaan masyarakat. Sulit bagiku menerima seseorang yang menggunakan orang lain untuk kepentingannya sendiri.
Dan entah mengapa saya juga tidak terlalu suka pada body language, termasuk gesture dan mimic-nya. Kesannya terlalu dibuat-buat dan terprogram.
Kemudian kurang sreg juga ketika dia memposisikan dirinya sebagai orang yang tertindas dan terdzolimi.
Pemimpin gitu loh… mengingatkanku pada pemenang AFI pertama yaitu Ferry dari Medan dan Ichsan Idol yang juga dari Medan, yang selalu bercerita betapa menderitanya hidup mereka karena ayahnya seorang tukang beca.

Lalu Ibu Mega :D
Hm…apa yang harus kukatakan mengenai Ibu ini?
Rasanya memang dia kurang smart :p
namun aku ingin berpositif thinking mengenai Ibu ini. Setidak "smart" apapun seorang Ibu, pasti selalu memikirkan yang terbaik bagi anak-anaknya. Semoga hal ini juga terjadi pada Ibu ini.
Apalagi pendampingnya Prabowo yang katanya punya kekayaan 1,7 Triliun. Harapannya, dengan kekayaan sebanyak itu, Prabowo tidak memiliki niatan untuk korupsi sehingga keinginannya menjadi cawapres benar-benar wujud dari “aktualisasi diri” dalam arti positif dengan kata lain ingin membawa perbaikan bagi bangsa ini. Dan kemudian, rancangannya mengenai “ekonomi kerakyatan” sepertinya menarik juga untuk dibuktikan.

Thursday, May 14, 2009

9/5 Lalu

Sabtu minggu lalu, kami ke kota Batu Malang untuk menghadiri reuni angkatan 95 Fak. Hukum Universitas Brawijaya Malang. Tentunya karena suamiku alumni dari sana.
Reuni ini merupakan reuni pertama kalinya dilakukan sejak mereka lulus. Pemilihan waktunya adalah karena Sabtu lalu merupakan hari Libur Nasional namun tak disangka tak diduga tanggal dan bulannya benar-benar cantik 9 Mei (9/5) sesuai dengan angkatan mereka.

Karena ini reuni pertama sekali sejak mereka lulus, bisa ditebak acaranya rame banget meskipun yang hadir hanya sekitar 30an orang dari 150 alumni plus beberapa orang pasangan alumni (suami atau istri dan anak-anak).
Aku aja yang bukan bagian dari mereka turut senang menyaksikan bagaimana mereka saling bercengkerama, saling bertanya kabar, bertukar cerita mengenai aktifitas terakhir, olok-olokan seperti jaman kuliah, saling menggoda antara teman yang dulu pernah pacaran, bertanya status, jumlah anak dan lain-lain. Dan hanya cukup satu kata untuk menggambarkan suasana pertemuan mereka yaitu "SERU."

Menjadi bagian dari suatu kelompok memang sangat menyenangkan.
Apalagi sempat berpisah untuk waktu yang lama dan akhirnya bertemu kembali, rasanya mampu menjadi penyegar bagi jiwa :D
Banyak hal yang ingin ditanyakan.
Eh anakmu berapa? Menikah kapan? Suami Kerja dimana? Ya ampun...kamu makin cantik bla...bla..bla....kerja dimana? bla...bla..loh ga jadi nikah dengan si ini toh? bla...bla... [ini karena aku gabung di rumpian cewek-cewek :P]
Rame deh pokoknya.

Profesi mereka macam-macam. Ada yg jadi PNS di deplu, di pajak, di haki, notaris, pengusaha, karyawan swasta, hakim, perwira karir, dosen, ibu RT, pengacara, jaksa dan lain-lain.
Dan yang menarik adalah nggak ada yang menikah dari satu angkatan itu, alhasil yg masih jomblo saat itu dipacok-pacoke dan dipaksa-paksa untuk segera menikah hehehe....
Pas kami nyampe, beberapa dari mereka udah pada ngumpul dan sambutan pertama mereka ke kami adalah teriakan yang mengarah ke suamiku….
"duh...fons...kok kamu bisa laku sih? kok ya ada yang mau sama kamu?" dan teriakan-teriakan senada lainnya huahahahaa....
kasian deh suamiku.
Dan ketika acara canda-candaan selesai, tibalah mereka ke omong-omong serius mau dikemanakan alumni ini. Agenda selanjutnya apa, bentuk kepengurusan gimana, apa yang bisa mereka sumbangkan bagi orang lain dan lain-lain...
Karena emang sebelumnya ga di konsep kesana, mereka ya agak "blank" gitu.
Secara suamiku biasa di organisasi turun tanganlah dia mengarahkan diskusi dan akhirnya terbentuklah kepanitian dan agenda-agenda penting lainnya yang mereka sepakati dan panitia-panitia inti untuk menggarap acara yang lebih serius kedepannya.

Malam hari mau pulang, salah seorang teman suami yang bernama mas Fajar bilang ke aku "wah nggak percuma mbak jadi dosen, si Alfons jadi hebat dan terdidik gitu"
Huahahahaha....
Suami hebat memang menjadi sumber sukacita bagi istri ;)