Friday, January 25, 2008

No Body [Nothing] is Perfect

Dua hari kemarin, (Rabu dan Kamis) Aku ikut workshop di Univ Airlangga.
Judul workshopnya "Metode Pembelajaran Inovatif". Pembicaranya luamayan pak Tandelilin dari UGM (pernah ngajar aku pas S1) dan Ais (panggilannnya) dari PPM. Yang dari UGM agak Konseptual dan PPM Teknikal perpaduan yang manis meskipun kurang menggigit (agak2 kurang prepare kayaknya yak? :P)
Yang menarik adalah bertemu dengan rekan-rekan seprofesi dari penjuru nusantara. Ada dari Muhammadiyah Sorong, Unmul Samarinda, Trisakti dan Mercubuana Jakarta, Unsri Palembang dan berbagai PTS dan PTN di Jatim.

Asyik banget rasanya berbincang-bincang dengan orang-orang yang mencintai apa yang mereka kerjakan. Semuanya begitu kelihatan mereka lakukan dengan hati, saling menghargai dan sangat "haus" akan segala sesuatu untuk dibagikan kepada mahasiswa masing-masing. Sehingga mengalirlah pertanyaan-pertanyaan yang semuanya berorientasi pada kemajuan mahasiswa. Walaupun memang tidak harus dicanangkan PMB (Proses Belajar Mengajar) yang "Student Centered Learning" kalau dosennya bekerja dengan hati maka itu akan natural keluar dari lubuk hati yang paling dalam hallah....

Dari bincang-bincang dengan kolega-kolega (sok banget...) di workshop itu, aku menemukan fakta bahwa memang ga ada kondisi ideal yang ditemukan pengajar. Yang ada adalah kondisi yang tidak ideal sehingga, dosen harus mampu menemukan cara-cara kreatif dan inovatif dalam mengajar dan mampu memotivasi mahasiswa agar mereka mau belajar.
Aku selalu merasa mahasiswa yang dari kalangan "the have" (kalangan dimana mahasiswaku berasal) selalu mengganggap remeh terhadap sesuatu. Ada "Abundance Phenomena" yang mereka hadapi, yaitu fenomena orang-orang yang berkecukupan [baca: berlebihan] tidak merasakan pentingnya belajar, karena bagi mereka belajar tidak memberi nilai tambah bagi mereka. Artinya, mereka tidak merasa bahwa dengan pintar mereka akan bisa meningkatkan taraf hidup (tanpa belajar juga taraf hidup udah dilangit) gitu kira-kira. Oleh karena itu, sering sekali mereka tidak mengganggap pentingnya pendidikan. Ada diantara mereka yang mengganggap kampus sebagai tempat kongkow-kongkow. Lebih keren karena punya KTM sehingga kelihatan lebih "intelek" daripada sekedar kongkow-kongkow di mall begitu kira-kira. Sehingga dosen harus extra dalam menstimulus mereka memahami pentingnya arti pendidikan bagi kehidupan mereka secara keseluruhan.
Pada sisi lain, ternyata dari kalangan ekonomi menegah kebawah pun, mengalami "sindrom rendah diri", sehingga para dosen butuh kerja keras untuk memberi motivasi bagi mereka agar mereka mampu meningkatkan harga diri mereka sehingga semangat dalam menimba ilmu. Menurut teman-teman (yang mana kebanyakan mahasiswa mereka berasal dari kalangan ini) sering sekali mahasiswa itu merasa bahwa sekeras apapun mereka berusaha dalam pendidikan, kemiskinan yang mereka hadapai tidak akan berubah atau berubah pun tidak terlalu signifikan begitu kira-kira. Sama saja toh? Alias sami mawon.

Model persoalan yang dihadapi aja yang berbeda, tetapi substansinya sama saja yaitu bahwa para dosen harus mampu memotivasi dan memberi inspirasi bagi para mahasiswanya agar memahami pentingnya pendidikan bagi hidup mereka.
Sangat menarik... semakin aku menyadari bahwa memang dosen adalah panggilanku :-)

fyi: evaluasi singkat dalam workshop tersebut pake digital (kayak juri potlot itu loh) jadi soalnya ditampilkan dan kita langsung jawab menggunakan remote control. Setelah itu langsung ketauan siapa skornya yang paling tinggi. Asyik loh interaktif banget dan hasilnya adalah....tenong.....(musik latar)...Aku mendapat skor tertinggi dan Pak Dekanku berada satu nomor dibawahku hehehe.... dapat pulpen keren berwarna merah deh :P
asyik....

No comments: